Merasa yakin, ternyata salah?!
Iseng, ujungnya serius?!
Ga pede, malah jadi?!
Amal, di anggap sombong?!
Baih hati, dituduh ada maunya?!
Suka anak kecil, tertuduh pedophil?!
Hemat, disangka kikir?!
Terbuka, dikesankan plin-plan?!
Keukeuh, katanya keras kepala?!
Mengaku dosa, siap di hukum, malah diampuni?!
Merasa benar, ternyata terjerat hukum?!
Pernah? Aku sedang.
Ya, kalian pasti pernah mengalaminya. Bahkan bisa jadi sering. Ya, aku juga.
Dalam kejadian apapun, dimanapun, kapanpun, ilustrasi diatas tak lepas dari yang namanya memutuskan. Sebagian orang akan ada yang menanggapi dengan positif, dan sebagiannya lagi (pasti) akan ada yang merespon negatif.
Dan biasanya keputusan ada ketika kita ‘akan mengalami’ dan bukan ‘sudah mengalami’. Artinya, keputusan selalu bersinggungan dengan hal yang sifatnya akan datang kemudian. Makanya tak heran, jika orang akan beranggapan macam-macam karena belum ada seorang pun yang pernah mengunjungi masa ‘akan’ itu. Yang ada hanyalah menilai berdasarkan dari pengalaman yang ‘sudah’. Adakah suatu ‘kesudahan’ seseorang bisa sama dengan yang lainnya? Berdasarkan ruang dan waktu, hanya sungging terkecut dan tersinis untuk orang yang berani menjawab “ada”.
Maka dari itu, hargai tiap keputusan yang siapapun ambil.
Maka dari itu, pikirkan keputusan yang akan diambil.
Maka dari itu, semoga kenekat(d)an yang terjadi bisa jadi ketepatan.
Maka dari itu, demi masa depan; putuskanlah. Karena nekat(d)-tepat(d) bisa jadi setipis shirathal mustaqim..
Wallahu ‘alam..