Lingkaran setan: Pernyataan-pertanyaan
Kalau harus memilih satu kata dari dua kata yang nyaris mirip diatas, kira-kira mana yang akan dipilih? Bebaskan. Itu hak kalian. Hanya saja saat ini yang terakhirlah yang sering menggelayuti dan menghantui.
“jadi, udah ga ada usaha lagi, niy?!” Tuhan.., apa yang sebenarnya dia inginkan?! bukankah sebelumnya sudah dibicarakan panjang-lebar tentang nasib kita itu? Apapun yang akan terjadi, aku hanya ingin tak ada pihak yang akan dirugikan. Terutama antara aku dan kamu! Karena, kita memang prioritas!
Tak ada istilah menyesal dengan kejujuran. Segetir apapun yang dirasakan, asal itu merupakan konsekwensi dari sebuah kejujuran hati yang tak lepas dari segala niat baik dan berserah diri, pasti harus dan akan diterima dengan lapang dada. Tak ada paksaan. Apalagi rasa dendam.
Kembali lagi masalah ‘usaha’. Bukan aku ga mau dengan meneruskan ‘usaha’ itu. Hanya saja, sama saja pincang jika yang menghadapi tantangan itu hanya aku sendirian. Dan kamu sudah tak mau lagi meneruskan. Dengan alasan yang memang siapapun akan merengut karenanya. Tak terkecuali aku jika ada di posisi kamu. Tapi paling tidak, kamu telah memilih satu dari berbagai alternative. Proses untuk memilih itulah yang sangat aku hormati dan hargai.
“Kejujuran yang kurang beruntung”. Begitulah seorang teman bilang padaku. Dan memang kalimat itu pula yang terus dan terus merongrong hati yang kian gatal. Oh, terbayangkah bagaimana dilematisnya menghadapi kegatalan? Kaligata atau alergi, misalnya? Digaruk ga enak didiemin apalagi! Adakalanya ketika digaruk sangat nikmat dan tanpa sadar permukaan kulit udah melepuh; panas dan perih..!
Ya, seperti itulah aku. Diselimuti berbagai macam penasaran yang aku sendiri tak pernah berani mendefinisikannya. Apalagi menganggapnya sebagai wacana mentah belaka! Tidak. Tidak seperti itu. Terlalu gegabah jika begitu.
Disebut gegabah karena segalanya memang bukan untuk gegabah dan sembrono. Kalaulah semua kejadian ini adalah ke-gegabah-an dan ke-sembrono-an belaka, jangankan orang lain, aku sendiri pun pasti akan menyebut diriku adalah keledai buta yang idiot!! menghadapi ketakutan akan hal yang nampak dan berhubungan dengan sesama bisa jadi aku terjebak gegabah. Tapi jika urusannya dengan masa depan, dengan yang serba harap dan menyangkut dengan pencipta..? siapa pun pasti bisa menilai. Tenaga dan pikiran, jiwa dan raga, semua tertumpuk demi untuk sekedar mengucapkan ‘kalimat sotoloyo’ tersebut.
Jika pepatah cina mengatakan hidup itu seperti berjudi, selalu ada menang (beruntung) dan kalah (sial), maka aku adalah pemain yang selalu penasaran dengan kekalahan dan tak gampang puas dengan keberuntungan. Karena pada dasarnya, menang-kalah hanyalah sebutan. Menang-kalah, toh pada dasarnya uang taruhan pasti bakal dihabiskan dan lenyap samasekali. Itu menurut pepatah cina, yang aku sendiri kurang begitu setuju karena punya kata bijak lain yang lebih kena dengan keyakinanku; jika ada kemauan, disana ada jalan. Mahfudzat (kata mutiara) tersebut sudah sangat tidak asing. Bahkan Paulo Choelho pun mengatakannya dengan; “jika kita punya mimpi, maka seluruh alam akan ikut membantu mewujudkannya”. Kalimat tersebut terdapat dalam novelnya yang berjudul sang alkemis. Cerita seseorang yang berjuang untuk mencari legenda pribadinya.
Bukankah tiap orang pasti punya legenda pibadi yang harus ditemukan masing-masing? Bukankah pada dasarnya manusia itu egois? Dan bukankah manusia diciptakan juga untuk menemui segala masalah yang akan dihadapinya? Hidup adalah masalah. Jika bukan, kita pantas bunuh diri karena tak satu pun masalah yang terjadi. Jika bukan, kenapa dalam mendoakan orang tua saja, kita selalu egois dengan minta kita dilebihdulukan diampuni-Nya? Jika bukan, mengapa harus punya cita-cita dan garapan sebagai legenda pribadi?
Begitu pun aku…
Jatuh-bangun kehidupan dan perjalanan bukanlah satu akhir. Meski kadang merasa lelah dan tidak kuat dalam menghadapi cobaan yang ditimpakan. Hanya keyakinan dan niat awal yang harus selalu diperbaharui- yang bisa menajdi modal utama. Adapun hasil, (bagiku) akan terasa ‘ada hasil’ jika aku sudah samasekali tak kuat lagi untuk terus berproses; mati.
Adalah dengan mengingat mati, proses adalah hal yang paling mengesankan. Dan aku ingin mati dengan cara yang mengesankan. Bukan dengan mengenaskan.
Ngalamun, sabatae ngalaman. Bermimpilah, karena kehebatan selalu berawal dari mimpi. Lantas, yang menjadi pertanyaan besar adalah: apakah mimpiku ini terlalu muluk dan mustahil untuk bisa terwujud? Apakah ‘modal’ untuk memulai sebuah ‘usaha’ harus diukur hanya dengan modal dan usaha dari sudut pandang yang sempit? Yang materil? Adakah aku terlalu melantur?
Barangkali aku memang sudah melantur..
In tanshurullaha yanshurukum wa yutsabbit aqdaamakum..
Kalau harus memilih satu kata dari dua kata yang nyaris mirip diatas, kira-kira mana yang akan dipilih? Bebaskan. Itu hak kalian. Hanya saja saat ini yang terakhirlah yang sering menggelayuti dan menghantui.
“jadi, udah ga ada usaha lagi, niy?!” Tuhan.., apa yang sebenarnya dia inginkan?! bukankah sebelumnya sudah dibicarakan panjang-lebar tentang nasib kita itu? Apapun yang akan terjadi, aku hanya ingin tak ada pihak yang akan dirugikan. Terutama antara aku dan kamu! Karena, kita memang prioritas!
Tak ada istilah menyesal dengan kejujuran. Segetir apapun yang dirasakan, asal itu merupakan konsekwensi dari sebuah kejujuran hati yang tak lepas dari segala niat baik dan berserah diri, pasti harus dan akan diterima dengan lapang dada. Tak ada paksaan. Apalagi rasa dendam.
Kembali lagi masalah ‘usaha’. Bukan aku ga mau dengan meneruskan ‘usaha’ itu. Hanya saja, sama saja pincang jika yang menghadapi tantangan itu hanya aku sendirian. Dan kamu sudah tak mau lagi meneruskan. Dengan alasan yang memang siapapun akan merengut karenanya. Tak terkecuali aku jika ada di posisi kamu. Tapi paling tidak, kamu telah memilih satu dari berbagai alternative. Proses untuk memilih itulah yang sangat aku hormati dan hargai.
“Kejujuran yang kurang beruntung”. Begitulah seorang teman bilang padaku. Dan memang kalimat itu pula yang terus dan terus merongrong hati yang kian gatal. Oh, terbayangkah bagaimana dilematisnya menghadapi kegatalan? Kaligata atau alergi, misalnya? Digaruk ga enak didiemin apalagi! Adakalanya ketika digaruk sangat nikmat dan tanpa sadar permukaan kulit udah melepuh; panas dan perih..!
Ya, seperti itulah aku. Diselimuti berbagai macam penasaran yang aku sendiri tak pernah berani mendefinisikannya. Apalagi menganggapnya sebagai wacana mentah belaka! Tidak. Tidak seperti itu. Terlalu gegabah jika begitu.
Disebut gegabah karena segalanya memang bukan untuk gegabah dan sembrono. Kalaulah semua kejadian ini adalah ke-gegabah-an dan ke-sembrono-an belaka, jangankan orang lain, aku sendiri pun pasti akan menyebut diriku adalah keledai buta yang idiot!! menghadapi ketakutan akan hal yang nampak dan berhubungan dengan sesama bisa jadi aku terjebak gegabah. Tapi jika urusannya dengan masa depan, dengan yang serba harap dan menyangkut dengan pencipta..? siapa pun pasti bisa menilai. Tenaga dan pikiran, jiwa dan raga, semua tertumpuk demi untuk sekedar mengucapkan ‘kalimat sotoloyo’ tersebut.
Jika pepatah cina mengatakan hidup itu seperti berjudi, selalu ada menang (beruntung) dan kalah (sial), maka aku adalah pemain yang selalu penasaran dengan kekalahan dan tak gampang puas dengan keberuntungan. Karena pada dasarnya, menang-kalah hanyalah sebutan. Menang-kalah, toh pada dasarnya uang taruhan pasti bakal dihabiskan dan lenyap samasekali. Itu menurut pepatah cina, yang aku sendiri kurang begitu setuju karena punya kata bijak lain yang lebih kena dengan keyakinanku; jika ada kemauan, disana ada jalan. Mahfudzat (kata mutiara) tersebut sudah sangat tidak asing. Bahkan Paulo Choelho pun mengatakannya dengan; “jika kita punya mimpi, maka seluruh alam akan ikut membantu mewujudkannya”. Kalimat tersebut terdapat dalam novelnya yang berjudul sang alkemis. Cerita seseorang yang berjuang untuk mencari legenda pribadinya.
Bukankah tiap orang pasti punya legenda pibadi yang harus ditemukan masing-masing? Bukankah pada dasarnya manusia itu egois? Dan bukankah manusia diciptakan juga untuk menemui segala masalah yang akan dihadapinya? Hidup adalah masalah. Jika bukan, kita pantas bunuh diri karena tak satu pun masalah yang terjadi. Jika bukan, kenapa dalam mendoakan orang tua saja, kita selalu egois dengan minta kita dilebihdulukan diampuni-Nya? Jika bukan, mengapa harus punya cita-cita dan garapan sebagai legenda pribadi?
Begitu pun aku…
Jatuh-bangun kehidupan dan perjalanan bukanlah satu akhir. Meski kadang merasa lelah dan tidak kuat dalam menghadapi cobaan yang ditimpakan. Hanya keyakinan dan niat awal yang harus selalu diperbaharui- yang bisa menajdi modal utama. Adapun hasil, (bagiku) akan terasa ‘ada hasil’ jika aku sudah samasekali tak kuat lagi untuk terus berproses; mati.
Adalah dengan mengingat mati, proses adalah hal yang paling mengesankan. Dan aku ingin mati dengan cara yang mengesankan. Bukan dengan mengenaskan.
Ngalamun, sabatae ngalaman. Bermimpilah, karena kehebatan selalu berawal dari mimpi. Lantas, yang menjadi pertanyaan besar adalah: apakah mimpiku ini terlalu muluk dan mustahil untuk bisa terwujud? Apakah ‘modal’ untuk memulai sebuah ‘usaha’ harus diukur hanya dengan modal dan usaha dari sudut pandang yang sempit? Yang materil? Adakah aku terlalu melantur?
Barangkali aku memang sudah melantur..
In tanshurullaha yanshurukum wa yutsabbit aqdaamakum..
No comments:
Post a Comment