Jika dalam kumpulan teman lama selalu ada pertanyaan pencapaian paling berpengaruh apa yang pernah didapat dan bagaimana kita lima tahun kedepan, maka untuk pertanyaan tersebut, jika suatu hari muncul lagi, aku akan menjawabnya dengan tegas dan singkat; ktp!
Umur 26 akhir, aku mendapatkan ktp pertama kalinya dengan perasaan senang dan bahagia. Sekali pernah sebelumnya ketika umurku menginjak 17 tahun. Tapi tidak dibarengi dengan sumringah. Juga tidak pernah dipakai untuk keprluan itu-ini.
Bukan karena aku adalah pelaku criminal. Bukan pula karena aku adalah orang yang tidak taat hukum. Tapi lebih karena pada saat itu merasa belum butuh alamat lengkap untuk diberitahukan kepada orang banyak. Cukup kartu tanda mahasiswa saja. Dan menganggap alamat yang paling abadi adalah dengan mempunyai alamat di dunia maya sebagai alamat nyata.
Bukan karena aku adalah pelaku criminal. Bukan pula karena aku adalah orang yang tidak taat hukum. Tapi lebih karena pada saat itu merasa belum butuh alamat lengkap untuk diberitahukan kepada orang banyak. Cukup kartu tanda mahasiswa saja. Dan menganggap alamat yang paling abadi adalah dengan mempunyai alamat di dunia maya sebagai alamat nyata.
Bukan pula tidak terpikirkan andai suatu hari aku dapat rejeki undian, kena musibah atau berurusan dengan hukum yang pasti bakal membutuhkan identitas (ktp). Tapi lebih karena aku tidak merasa nyaman dan tenang saja mempergunakannya.
Ketidaknyamanan dan ketidaktenangan itu bernama kontrakan.
25 tahun keluargaku hidup dengan berpindah dari rumah kontrakan satu ke rumah kontrakan lain. Beberapa kali numpang di rumah nenek dari bapak. Meski tidak jauh tiap perpindahannya, tetap saja cukup menguras tenaga dan pikiran seluruh isi keluarga. Tak terkecuali aku.
(maaf jika aku lagi senang menggunakan kata “bukan”)
Bukan sebab orang tuaku pegawai pemerintah yang sering dipindah tugaskan. Bukan juga seorang peneliti, atau kontraktor atau buronan atau pembuat onar. Tapi lebih karena orang tuaku tidak cukup kuat menghadapi musuh yang selalu mengalahkannya; tagihan dan batas waktu.
Dalam kurun waktu 25 tahun itu, terhitung 10 kali aku mengalami atap yang berbeda. Rumah yang kesepuluh inilah yang (kemungkinannya sangat besar) akan menjadi rumah tetap keluargaku. Rumah yang dengan bangga hati aku cantumkan alamatnya di ktp-ku yang sekarang.
Teman-teman, sekarang aku telah menjadi warga Negara yang baik. Aku sekarang merasa berani mengakui dan diakui. Aku sekarang ada.
Maaf banget aku disini tidak bercerita tentang baik dan buruk lingkungan yang aku tinggali berkaitan dengan sering berpindah rumah itu. Atau efek dari itu semua terhadap perkembangan pola pikir dan kepribadian.
Barangkali lain waktu.
(tulisan ini diposting juga di www.umedism.multiply.com)
No comments:
Post a Comment