25 January 2009

Amien

Sebuah permintaan pengabulan doa.

“Selamat hujan pagi.. semoga dirimu kekal menyejukkan hari ini.. ?”
Sms itu diterima tepat 6 jam lebih 4 menit dari detik menginjak hari jadi sang kejora. Bukan dari si Shahibul Hajat (kejora), memang. Dari seseorang yang bisa dibilang pernah sama-sama satu visi. Menghenyakkan pagiku, lantas serta merta mengingatkanku untuk lebih banyak bersyukur dengan apa yang telah dinikmatkan Si Maha Penyejuk.

Pagi itu barangkali hujan di tempatnya. Dan dia masih tahu kalau hujan adalah fenomena alam yang selalu membuatku takjub. Tak heran ‘utak-atik’ kata yang ia mainkan begitu indah dan mengharu. Bukan “selamat pagi, hujan..” yang ia sapakan. Tetapi, “selamat hujan pagi..”. Seolah-olah bukan untukku. Tapi sms untuk si pagi yang sengaja di salah alamatkan padaku.


Ame aikooka. Si pengagum/pecinta hujan. Aku.

Entah kapan dimulainya rasa itu ada. Hanya saja, tiap kali hujan turun, dulu waktu aku masih kecil, aku selalu meminta mamah supaya diijinkan hujan-hujanan. Menerobos jutaan rintik, merayakan kemenangan entah dari apa. Meneriakkan kebebasan entah dari apa. Berlari menyusuri berbagai gang, tak takut menuruni selokan yang meluap, bermain bola di lapangan jika kebetulan banyak teman yang hujan-hujanan (pernah suatu waktu gara-gara mengambil bola yang masuk sungai, aku terseret arus yang sangat besar cukup jauh dan membuatku shock berat selama 2 hari), atau tak jarang hanya main seluncur perut di teras rumah yang basah.
Jikapun tak diijinkan (ini lebih karena jika kondisi badanku kurang sehat atau terlalu keseringan bermain hujan-hujanan), maka aku akan diam mematung di tepi jendela dan memperhatikan tiap rintik yang turun. Membuat pikiranku menerawang ke negeri dimana hanya ada aku. Melakukan apapun yang ingin aku lakukan. Meski harus kuakui, lamunan ketika hujan tak pernah jauh dari lamunan yang romantis dan sendu tapi juga menaruh harapan. Bagaimana pun, semua itu adalah keindahan.

Astrologi, fleksibel, sensitive, wadah. Pembenaranku.

Tak ada yang tak terpengaruh dengan astrologi atau zodiak. Minimal untuk pembenaran yang dikesankan positif. Begitu pun aku yang aquarius. So’ berfilosofi air dan selalu bermimpi mampu menyejukkan apapun. Meminumi yang kehausan, menyegarkan yang kegerahan, mengaliri yang kekeringan dan menggapai kesejatian. Karena bagaimana pun air di tempa, ia tetaplah air dan akan selalu menjadi air.
Tak jarang ia rembes dan memaksa keluar dari celah sekecil apapun. Bukan untuk berlari, hanya sebagai upaya menyesuaikan dengan keadaan. Sesuai dengan yang menampungnya. Sekecil apapun perubahan, pasti terrasakan.
Berkelit, egois, konsisten = inkonsisten = konsisten. Kurangku.
Seperti percaya padahal tidak begitu. Seperti iya padahal tidak begitu. Penurut padahal rebel. Urakan padahal beretika. Bergemuruh padahal mellow. Biasa padahal sangat biasa (baca: biasa luar biasa)…

Doa. Inginku.

Semoga diriku kekal menyejukkan hari..

(tulisan ini di posting juga di www.umedism.multiply.com)

No comments: