31 January 2009

kolektor semester

ujung.

Dini hari. Kantuk kian jauh. Dan irama jantung pun kian berdegup kencang karena pengaruh kopi yang dikonsumsi dengan sangat durjana. Bagaimana tidak, jika sepagian tadi sampai sekarang *pagi lagi* sudah hampir tujuh gelas tandas. Itu yang murni aku konsumsi sendiri. Belum yang diminum secara berbarengan dengan teman ngobrol. Sehingga membuat adrenalin terpompa tanpa ampun, menyisakan kantung mata yang sungguh tak enak dipandang. Memberat seperti lemak yang bergelambir di sisi perut yang sering jadi pergunjingan para perempuan. Kebanyakan perempuan maksudnya.

Sempat kulayangkan sebuah pesan untuk sang bintang. Berisi katakata biasa namun realistis. Entah pesan itu langsung terbaca atau tidak aku tak ambil pusing. Entah dia mengerti apa yang kumaksudkan atau tidak, aku tak peduli *meski sebetulnya sangat peduli*.

Memang seperti ini kerjaan mahasiswa ujung banget. Sengaja tidak memakai istilah ujung tanduk karena takutnya dapat dilema. Sengaja juga tidak memakai istilah ujung jalan karena agnes monica takut minta royalti judul lagunya dipakai di tulisan ini. *Baydewey, ternyata Agnes itu seorang artis yang sangat tinggi libidonya dari semenjak kecil, loh. Masalahnya kita semua tahu dari semenjak kemunculannya di tv, beliau udah gembar-gembor pengen kawin. Terbukti dengan nama belakangnya; Agnes Monikah!

Tuh kan, barusan juga kerjaan mahasiswa ujung yang ga ada kerjaan banget. Terus, mana yang kerjaan dan mana yang bukan kerjaan?

Mahasiswa ujung kebanyakan adalah mahasiswa kri(t/s)is yang tak tahu umur dan tak tahu diri. Mereka *aku* bisa mengkritisi segala macam yang berlaku dikampus bahkan di negara dan dunia, tapi sudah sulit untuk memberikan aspirasi secara langsung. Bisa melihat apa yang kurang dan dibutuhkan oleh para mahasiswa, masyarakat dan keadaan tanpa bisa berbuat banyak. Apalagi yang ada hubungannya dengan kelas. Karena kelas dan suasananya adalah hal paling cawokah untuk diungkit bagi para ujungers!

Tapi diakui atau tidak, suasana kelas memang suatu hal yang sangat paling ingin sekali banget diulangi oleh para mahasiswa ujung. Minimalnya menurut aku. Rindu akan segala kegiatan yang tak sedikit menguras peluh dan keluh. Dari diskusi yang paling bohay atau bete sampai dengan dosen yang seenaknya mengubah jadwal kuliah. Dari peserta kuliah paling banyak sampai segelintir peserta yang mengikuti *peserta..?, emangnya ini idol-idolan?! damn, i don’t wanna be idol wanna be!*. Dan segala macam dan segala macam dan segala akhwatuha.

Aku pikir, siapapun orangnya, mahasiswa ujung itu, pasti akan setuju dengan pendapat aku ini. Tak perduli dia demonstran sekelas Hugo Chavez *Chavez mahasiswa kitu?*, seniman mirip Andy Warhol, atlet sehebat Icuk, enviromentalist layaknya Abah Iwan atau agamawan berat sekaliber Habib Riziq, niscaya akan punya pengalaman hebredz akan indahnya masa perkuliahan (atau sederajat. Masalahnya aku ga tau mereka semua kuliah atau tidak). Hanya saja, titel ujung itulah yang kadang membuat kita *aku* menjadi jumawa dan tak tahu diri juga tak tahu waktu dan tak tahu umur dan tak tahu semester dan tak tahu kajur dan tak tahu sekjur dan tak tahu spp dan tak tahu kenapa…(?)

Ujung berarti juga akhir atau sekarat atau koma atau kritis. Hal yang sangat erat kaitannya dengan yang namanya perpisahan. Meski sebetulnya hakikat BERPISAH UNTUK BERTEMU dan sebaliknya; UMETREB KUTNU HASIPREB. HIDUP UNTUK MATI dan sebaliknya juga; ITAM KUTNU PUDIH! Perpisahan yang mana kita *eh, aku* tahu adalah masa dimana pikiran akan terkuras habis dengan evaluasi diri yang memuncak dan apa yang kiranya akan terjadi di kemudian.

Maka dari itu aku sekarang hanya ingin, sebisa mungkin mengenang apa yang telah teralami sebagai evaluasi juga sekaligus harapan untuk masa yang akan datang. Aku akan selalu ingat bagaimana culunnya aku ketika memasuki awal kuliah. Berbekal segala kekerenan yang berbatas tipis dengan kekampringan yang aku bawa, akhirnya tertatap juga dunia kampus. Segondol doa orangtua, orang dekat dan orang tak terlalu dekat terselip dalam dompet langkah. Mengiringi segala desah yang tak selamanya lengang dan mulus.

Beberapa tahun dijalani, tak mungkin lupa mana matakuliah/dosen yang paling terfavorit pisan sampai yang paling muak bete bin nista. Teman seperjuangan yang dengan berbagai cara mereka berjuang, tapi tetap satu tujuan. Dari diskusi yang sangat ilmiah melebihi rumitnya memecahkan teori neuron prototipe anastasi kataton monolog dongue *aya kitu?*, sampai diskusi yang paling ATAH ADOL yang pernah terjadi di muka bumi demi menentukan panjang mana antara ekor tikus dan ekor kuda. Dari obrolan hubungan ayat dengan fenomena yang terjadi, sampai obrolan *maap* bokep lokal teraptudet. Dan sederet pengalaman lain yang tak mungkin bisa muat jika harus dituliskan disini satu persatu.

Maka dari itu…*eh, aku atawa kami,nya..?ah, aku we lah keur nu ieu mah*, aku mohon kepada siapapun yang pernah sama-sama mengalami (teman, dosen dan siapapun) untuk tetap bisa mengenangku dengan segala super keterbatasanku. Niatku sedikitpun tak terlintas untuk jadi tercela. Mohon kelapangannya untuk tetap mendukungku menjadi apa yang aku cita-citakan. Adapun yang jadi permasalahan adalah pencapaian. Tak semua orang sama. Jangan pernah jera untuk ingatkan aku bahwa proses untuk sebuah kedewasaan itu sangat perih dan radikal.

Aku mohon…


Dari highlander.
Thanxlovesorry.embrace…

No comments: