05 March 2008

serpihan 15

menggapaimu

engkaulah butir debu pada langkah pertamaku,

menempel dalam paruparu setelah terhisap.

engkaulah riak kecil yang menjelma ombak,

menghantam terumbu karang tuaku telak.

engkaulah semilir angin dalam kepakan sayap

terbangkanku tinggitinggi tanpa arah pasti.

engkaulah satu tanggal dalam ribuan kalender.

engkau seperti abadi,

dan aku, masih terus mencoba menenum namamu

dalam kain hatiku.

perlahan.

diamdiam.


peringatan

"awas, jangan dekati daerah itu, karena akan membuatmu menderita jika kau kurang mengerti!". "aku tak apaapa. aku baikbaik saja. jangan khawatir..", katamu dengan isakan menahan rasa pedih.


nostalgia

hujan telah turun berkalikali disini,

membasahi tanah merah yang telah lama kering,

membasahi kaca jendela kamar yang buram,

dan kemarau dimataku yang luruh bersama kenanganmu...

serpihan 14

untukmu

bicaralah. jangan diam

lebih baik aku dengar serapah.

biarlah bersalah. lakukanlah.

melajulah malaikat kecilku

sampai laut mengering

sampai kantung mata memberat

bergadang sepanjang kabisat

masalalu sempit hilangkan.

adalah sekarang.

masadatang...

jangan banyak berharap!


saking nikmatnya

tanggal dan hari yang terlupa

bias pelangi menyelimuti

menyentuh sumsum imaji

lalu melepuh bersama awan

menangis....


kompromi

adakah arah kiblat kita sama

ketika cakrawala pemikiran terlampau luas

bilakah persepsi tentangnya berubah

marilah kita satukan pandangan

jika itu mungkin.


wasiat

jika tua memaksaku terbaring,

aku akan mulai bercerita;

tentang hidup dan kasih.

ada sadar tak perlu diisaki

hingga pintu terbuka dengan persilahan khidmat

tinggalkan namaku dalam tiap benak

tertulis dengan pahatan kata

sejelas hidup dan mati

sejelas kasih nan murni

pergiku 'kan tersenyum...


bukan yang dulu

kabut dan angin berbisik

;dari gunung; arungi malammu.

inspirasi bertubi, tapi bibir kita

kian kelu membisu

membuat mata kita menyalang

tak terhadang

juga kepala kita muali mengecil

menggigil nyaris pecah.

tapi asa tak kubiarkan meraja

ada batas yang bangunkanku 'tuk sadar; "kita bukan yang dulu"


serapah pagi

pagi adalah mati

dari segala keindahan sinar mentari

beserta nyanyian burung, serta sisa suara malam.

dari dimulainya kehidupan

penentu segala kejadian nanti

pagi yang dingin dan senyap.

pagi telah mati. disini. saat ini.

mungkin nanti.

demi pagi yang akan datang

demi pemilik pagi.

bangunlah.

serpihan 13

bahagia?

mimpi dan damba kami bangun dari tekanan

tahap demi tahap coba kami hitung

apa yang terdapat dari langkah

hanya menepi dan ditepi. terjepit

adakah basa yang mesti terucap,

sudikah harus merintih

bilakah merasa bahagia

kamar gelap diam

tanpa sekat tak berjendela

hanya luka sepi yang menganga

dingin. kusut. hancur

mestikah tetap bahagia?

haruskah bahagia?

hidupkah bahagia?

matikah bahagia?


ada. cinta.

adakah cinta selalu menawarkan gigil dan rawan? berbusana corak putus asa berkalung manikmanik luka.

jangan banyak omong tentang cinta, muak! tertalu banyak yang sok tahu tentangnya.

lebih baik jatuhkan diri pada cawan imaji, visualisasi terapi, atau menelurkan ide dahsyat yang melintas diatas kloset.

adalah wajar kalah-menang dalam hidup. judi, pilihan, kompromi, hidup. hiduplah dengan damai melalui kompromi.

adanya selalu membingungkan. itulah kehidupan.

adaku mungkin belum berarti. maaf.

adamu memang aku jadi dungu dan ragu. selalu.

ada, satu hal yang kian parah, tapi terserah....

adakah?

aku

aku

seperti berpikir dengan otak tak berisi memberangus kala letih pada mata yang mengabur intim dengan gelembung nanah menghitam bersama doadoa membusuk ketir_tertunduk pada nisan abu nan amis. kepakan diberanda menarik ditiduri oleh siang. hati tak lagi murni dan aku masih meraguj dalam syahdu_adakalanya nyanyian candu memberi apa yang kita tidak sangka, tak ada yang tahu ending masingmasing. aku terbangun karena gigitan kepinding_aku masih perlu menangis_aku butuh bahasa paling sedih_aku mencari tempat paling gelap_aku tak ingin tuhan cemberut_aku ingin tuhan tersenyum kala aku berkata.


pada

pada cangkir jingga ini aku pernah terlena. arungi segala asa yang mensyaratkan untuk bisa diakui. berpamrih! tanpa hijab, tanpa alaskaki, tanpa pandita, tanpa persembahan, tanpa dalil, tanpa aturan, tanpa pengorbanan, tanpa sakit, tanpamu....

pada tangga lapuk ini pernah kupijakkan satu langkah dalam ketidakpuasan. jiwa yang ragu. menyatu keringat yang menganak sungai. berderit, memerah, berlari, meredam lalu. lebih baik terjun dalam pesona kentut yang melaut. seperti laut penuh inspirasi. begitu juga kau.

pada malam ini kutitipkan cemas yang menggigil. sembunyi pada ketiak malam, lalu mengintip dengan rasa waswas dan cemas.

pada saat ini aku benarbenar merasa khawatir akan apapun. tak terkecuali kau.

selamat menjadi...


dongeng sebelum mati

aku butuh dukungan, doa dan serapah. aku perlu keajaiban yang menjelma dengan sayap dihiasi senyum getir tersembunyi. nyaris hilang.

jangan dendam dijadikan doa! tekan serapah membuncah. pilihan antara terus mencari dan berhenti sama sekali merupakan hal yang dilematis. tak ada ujung. tak pernah puas.

irama selalu menyertai dalam setiap langkah, dalam tiap detik. deg-deg, deg-deg, deg-deg... terus mengalun berirama. desah, terus mendesah. jangan resah jika tak ingin tambah parah.

tak selamanya ritual kedewasaan itu maha radikal. pertikaian juga kadang memberikan kontribusi kedewasaan. tak selalu radikal, hanya sedikit perih. tapi nikmat!

nikmatilah. matilah.

matilah dengan segala yang kau temui.

demi

demi darah dan airmata. jangan pernah mempermainkan kehidupan, tapi kita memainkan peran dalam kehidupan.

demi langit dan bumi. harus sebesar apa kita menjadi, kalau tanpa memaknai hidup. hidup bukan poleng atau yin-yang atau papan catur

demi anjing tanah. segala hal bisa dijadikan analogo, ilustrasi, cerminan, ibarat.... laut, sandal jepit, udara, matahari, karang bahkan tai. kita dapat, boleh dan mesti bercermin pada mereka.

demi dengki dan caci maki. banyak dari kita berperan layaknya kita pembenar, pembebas, idola, selebriti, kadal bau, musuh, bunglon, tuhan, patung, sambal, klip, nabi....

demi ibuku. tak bisakah kalian lebih peka terhadap hidup kalian?

demi kotoran. karena itu juga cerminan. tenang, terayun dan tak jarang hancur, tapi dengan tujuan pasti; samudera luas. ahkir segala akhir.

demi aku. jadilah kalian musuhku, sobat. buat aku menangis. lakukanlah. doa, haru dan syukurku tak akan lekang oleh masa.

pelajaran hidup

siapa yang mau, coba, menanggung perasaan tanggung tak bertuan dan hati yang sedikit asing. ketika harapan hanya sebagai asa dan bayangan mimpi buruk terus bergelayut. terlambat lidah 'tuk berucap kepedihan; sesal.

dan kata itu memang percuma.

kupalingkan perhatian pada sebuah hati yang mulai membeku dimana segala yang ada didalamnya sudah mengeras. sakit, senang, marah, aneh, merah, biru, seribu, hitam, seratus, bernyanyi, masalalu... semua ada disana. menyatu dalam tanya.

hanya api cinta yang mampu mencairkannya dari benci dan cinta yang hanya dibatasi satu per sejuta rambut. tipis.

lagilagi sarapan pagiku tak jadi, karena kekenyangan oleh ocehan bebal sok tahu tentang kehidupan; pemimpi!

"harusnya kau bercemin pada sandal yang kau pakai, tak usah susah", katamu.

kutunggu saat penting lagi untuk bisa berbisik ditelingamu: "alaskaki memang asyik!"

serpihan 12

syair ulang tahun

gigil mengintip di celah tembok kamar

kuinjak detik hari ini

sadar akan saat hidup ini

menyingkap tabir kelam mendung

pada ayunan langkah

masih terperangah

tetap terengah

beranikah sanggah tatap matahari?

semulia apa kerjamu

sejauh mana mengertimu

pikirkan matimu


penuturan

kututrkan dirimu di pagi hari

panjang, lebar, meluas

seperti laut.


jawaban

singkirkan darah ditengah mata yang kian mengabur. memburu tiap ragu yang hinggap dalam pekat tak berujung. berruang tanpa oksigen. menebus harapan yang akan berbuah ketakutan dan kepedihan. menangislah. menarilah.


kasmaran

... hal ini selalu mengajakku rambahi pekat

dalam tanya pada malam. merekat.

mengawang.terbang.mengangkang.terjengkang

seperti menulis pada awan bulan

juga awan matahari

; jangan lelah bersamaku


tanya,

menangislah....

dan semua terjawab

serpihan 11

'ied

melaju kencang ba'da ritual harian

menyibak tikaman-tikaman kabut

menusuk poripori

pada musim hujan november

menyambut kemenangan.

perlukah keindahan dinamai?

takbir menggema,

tambur perhelatan akbar ditabuh

mengayun langkah masuki kesucian.

tiap rona bahagia

tiap rona berwarna

perlukah keindahan dinamai?

baiknya kita tanya tetes kabut dini hari...


memang noktah

jangankan kaligrafi kebahagiaan,

menatah alif cinta padamu tak kunjung lurus.

apakah mesti bermula dari noktah?

lalu noktah lagi

dan lagi

lagi

dan mungkin....

memang hanya noktah yang ada.

masih sebatas noktah.


matahariku

kuutarakan hasrat di dini hari

dimana tergambar wajah berbintang; matahariku.


kau

kau lengkungan senyum dibatas letihku

kau keajaiban dalam ketakberdayaanku

kau kesalahan kala terpanaku tergelar

damai dan tikai mampu kau cipta

pegang-putus kendaliku padamu


malam

malam ini aku rindu lantunan suaramu

persetan parau dan sumbang

malam ini kau misteri

tak peduli bingung mencari

malam kapan kita terpatri

serpihan 10

cinta

datang tak dipinta

pergi dengan terbata

; cinta


yang kurindu

kucipta dengan kejujuran berguguran

ketika pikiran gundah meludah

mungkin kapak mengepak

pisau memukau

pemantik menukik

api jadi jampi

hangus mendengus

lalu lantak serentak

menunggu kiamat mengkhidmat

kucinta kejujuran berguguran

ketika hati meludah sudah

akankah jiwaku-mu bertemu?


tak ada. tapi kau

tak ada yang membuatku menukik.

hanya yang elok dan memesona, lalu membat

nurani menjerit; kau.


bangun tidur

hati lantak

memulai pagi tanpa cinta, rumit

menendang siang

menikam malam

lalu sangsi akan hari.

esok,

entah apa 'kan menyusup pada hidup

serpihan 9

untuk kader

gantung lelahmu dileher partai

guntung malumu untuk presiden

buntung asamu pada masa depan

gantung lehermu di lelah zaman


untittled

padahal pernah terasa seperti kelam yang panjang

merontokkan setiap lubang dalam tubuh, menyumbat seluruh lubang poripori


pebruari

pebruarimu jatuh diatap hatiku

sebelumnya sempat beradu terik

selintas kenangan samar itu tak jua mengering

merah hitam perih serupa borok

rabaanmu sempat membuatnya nyaman

sebelum meremasnya hingga nanah membuncah

ceritaku; berita derita

beritaku; cerita derita

deritaku; ceritaku

pebruarimu terinjak di kakiku

entah seperti apa langkah bercerita


ulangtahunku

aku masih belum berani menatap

masih banyak yang perlu kumengerti lagi

jauh dari mulia kerjaku

jikakah ku mati saat ini?

aku tak mau mati lagi

aku akan hidup!

benarkah usia sebagai tolak ukur dari kedewasaan,

jika tiap detik hanya diisi dengan celoteh kabur

lalu menyembunyikan kepala di balik ketiak langit

setiap kali melontarkan perkataan?

...dan tiap ceracau adalah sampah


sapaan pagi

apa kabar bidadari. adakah pagi ini kau bangun dengan tersenyum, serta suguhan kasih sebelanga dengan khawatir sebagai cuci mulut?


pernikahan

-menikahlah dengan jiwamu bersama jiwamu-

segala rasa menyatu dalam hati

tanpa tawar menawar,

ritual paling radikal

upacara paling irrasional

kata paling dahsyat

dan terjadi


kelahiran

aku lihat lingkaran ritual terjilat lidah kuta

nyanyian pengusir leak menggema membahana

membelah cadas meniup rahim ibu

kau....

menangis darah menderu ombak

bakal decak seperti kecak

sebab mengabari cecak

kau....

wajahmu pagi mei

sanggup memanah mentari

hingga alam raya mati suri

aku lihat lingkaran ritual menari

nyanyian penghormatan menaburi

karena tahu kau, bidadari

serpihan 8

mu-mu

kepalamu-kakimu,

hidungmu-pantatmu,

otakmu-kotoranmu,

pintarmu-bodohmu,

masadepanmu-dosamu!

karenamu...,

marahku.

nikmati perjalanan nerakamu!!!

serpihan 7

sudahlah...

lingkaran kesal terus tergantung

diatap hati. berlendir sudah.

terasa menetesi hitam mata

membuat lelap dalam kuru dan ragu

serupa gurun menunggu salju,

termangu dan lesu.

semua telah terlaku.


pasrah

dipuncak kegelisahan biasanya aku diam. pasrah.

karena aku sudah lelah mencaci maki.


kemanakah?

kemanakan kaki melangkah jika kepincangan kian akut?

kemanakan mata mesti memandang jika yang ada hanyalah hitam?

kemanakah hati dan jiwa tertambat jika kau masih labil dan terambing?

serpihan 6

perjalanan

menggema. masih ditelinga sebelah kiri

singgah di selaput, belok ke otak.

waktu dan umurku tercecer di kotakota katakata

memuai memesona diantara ketakaburan

aku datang bersama darah, keringat

airmata dan sperma yang terkucil

menuruni masalalu, berjamur sudah

terkekeh berderai terbahak berdahak

ternyata masih timur ini juga

dari barat yang dicari.....


kau pelangi

.....tak semua orang mampu jadi pelangi. pelangimu turun bersama titik embun pagi di ujung daun jambu belakang rumah nenek; indah....

kamu pelangi, apapun keadaannya.

terimakasih atas warnawarnimu


untuk ditertawakan

padaku; caci dan maki mendarah-menadi,

tapi bukan infeksi dan tidak menular.

caciku suci, makiku bukti!

karena semua kata adalah doa

telah biarkanlah lelah, akan pasti kumakan.

aku hanya punya tawa untuk parodi wibawa.

serpihan 5

untuk puisi

demi apapun; rindu dendam


'ied

kering bibir, lelah tubuh, penat pikir.

kaku senyum, pegal tangan, formalitas kata.

semua biasa. realita.

yang beda hanya makna dalam benak.

maaf


belajar melafalkan

geramku seram. tawaku nyawa. batinku liontin

lantas, kemanakah cinta jika kata mulai terbata?

dimana fortuna, jika hasilnya adalah tanya?


subuh

subuh sampaikan kepal diujung daun

lebam hati tertetes embun mu

pada kesekian kali hirupan nafas.

aku benci pada hati yang mampu

membuat orang sesak oleh kisah.

aku sesali punya lutut yang lemah

lalu tertekuk kala kau mengetuk.

aku kutuk katakata jadi buta

hanya padamu kutitipkan mata.

subuh jejalkan rindu ditebing lantun

dalam lamun; akh, penuntun santun.


cobacoba abaaba

mulamula malumalu maumau

tibatiba siapsiap raguragu

ujungujung buruburu!

engahengah, desahdesah, rabaraba

tataptatap, merahmerah, decakdecak....

cecakcecak marahmarah jingkrakjingkrak.

lamatlamat gonjangganjing desasdesus

kabarkabari; goronggorong megapmegap.

spermasperma jejaljejal ketawaketawa.

hahahahahahahaha,hihihihihihihihihhihi

dosadosa biasabiasa

doadoa busabusa

dewadewa diamdiam mesemmesem

lantaslantas larilari hatihati.