05 March 2008

serpihan 9

untuk kader

gantung lelahmu dileher partai

guntung malumu untuk presiden

buntung asamu pada masa depan

gantung lehermu di lelah zaman


untittled

padahal pernah terasa seperti kelam yang panjang

merontokkan setiap lubang dalam tubuh, menyumbat seluruh lubang poripori


pebruari

pebruarimu jatuh diatap hatiku

sebelumnya sempat beradu terik

selintas kenangan samar itu tak jua mengering

merah hitam perih serupa borok

rabaanmu sempat membuatnya nyaman

sebelum meremasnya hingga nanah membuncah

ceritaku; berita derita

beritaku; cerita derita

deritaku; ceritaku

pebruarimu terinjak di kakiku

entah seperti apa langkah bercerita


ulangtahunku

aku masih belum berani menatap

masih banyak yang perlu kumengerti lagi

jauh dari mulia kerjaku

jikakah ku mati saat ini?

aku tak mau mati lagi

aku akan hidup!

benarkah usia sebagai tolak ukur dari kedewasaan,

jika tiap detik hanya diisi dengan celoteh kabur

lalu menyembunyikan kepala di balik ketiak langit

setiap kali melontarkan perkataan?

...dan tiap ceracau adalah sampah


sapaan pagi

apa kabar bidadari. adakah pagi ini kau bangun dengan tersenyum, serta suguhan kasih sebelanga dengan khawatir sebagai cuci mulut?


pernikahan

-menikahlah dengan jiwamu bersama jiwamu-

segala rasa menyatu dalam hati

tanpa tawar menawar,

ritual paling radikal

upacara paling irrasional

kata paling dahsyat

dan terjadi


kelahiran

aku lihat lingkaran ritual terjilat lidah kuta

nyanyian pengusir leak menggema membahana

membelah cadas meniup rahim ibu

kau....

menangis darah menderu ombak

bakal decak seperti kecak

sebab mengabari cecak

kau....

wajahmu pagi mei

sanggup memanah mentari

hingga alam raya mati suri

aku lihat lingkaran ritual menari

nyanyian penghormatan menaburi

karena tahu kau, bidadari

No comments: